Minggu, 10 Juli 2011

SUMBANGSIH SAINS TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU FALAK



Diakui atau tidak, Ilmu falak terkadang masih terdengar langka di telinga sebagian masyarakat kita. Meskipun harus disadari, ilmu falak merupakan jembatan bagi dunia pesantren untuk memasuki dunia teknologi modern. Semakin langkanya para ahli falak, menjadikan regenerasi sangat penting agar disiplin ilmu ini tidak mengalami kepunahan. Hal tersebut dikatakan Abdul Munim DZ, Direktur dan Pimpinan Redaksi NU Online, saat memberikan materi tentang ”Sistem Pelaporan Rukyat Online” di Masjid Agung Jawa Tengah Jawa Tengah. Dikatakan Mun’im, hampir seluruh tradisi keilmuan pesantren berkaitan dengan metafisika. Hanya bidang ilmu falak dan ilmu tib (kedokteran) yang berkaitan dengan bidang fisika.
Dalam penuturan Mun’im, Antara ilmu falak dan astronomi terdapat kesamaan pada objek yang diteliti yaitu benda-benda langit. Namun secara aplikasi memiliki ruang lingkup yang berbeda. Berbeda dengan astronomi yang hanya berfokus pada penelitian dan aplikasi keilmuan yang bersifat umum, dengan dasar agama ilmu falak mempunyai keunikan tersendiri yaitu kajian keilmuannya yang bermanfaat dalam kehidupan beragama sebut saja dalam hal ibadah. Khazanah keislaman yang fenomenal dengan para ilmuwan Islam yang terkenal dan handal namun ada kesan kolot dan tertinggal. Begitulah ilmu falak dalam perspektif masyarakat beberapa tahun belakangan ini.
Walaupun terjadi dikotomi antara kedua cabang keilmuan ini, namun astronomi sebagai cabang keilmuan yang berbasiskan observasional science tidak akan pernah bisa lepas dari perkembangan ilmu falak itu sendiri“ demikian imbuhnya . Sementara Hendro Setyanto, pakar Astronomi ITB dan Dosen Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang menjelaskan  bahwa sebagai ilmu yang berlandaskan observasi, semuanya tidak bisa lepas dari pengamatan karena tanpa pengamatan astronomi tidak bisa berkembang seperti saat ini. “Observasi memang menduduki tempat yang penting dalam astronomi akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah teori yang berbasiskan pemodelan atau perhitungan yang dibuat berdasarkan data observasi yang diperoleh”, katanya. Hal itu juga diamini oleh Ahmad Marzuki, Mahasiswa Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang, karena berdasarkan model yang dibuat tersebut astronom dapat memprediksi fenomena yang akan terjadi sehingga bisa dibuat rencana pengamatannya. “Memang tidak selamanya permodelan atau perhitungan sesuai dengan pengamatan”, ujarnya. Pada kasus ini data pengamatan tidak bisa dipersalahkan selama langkah- langkah yang dilakukan dalam pengamatan dilakukan sesuai dengan aturan sehingga perhitungan yang ada masih ada peluang dianggap kurang benar.
Dengan kata lain, pemodelan matematis haruslah menyesuaikan dengan fenomena alam, yang terjadi bukan sebaliknya fenomena alam mengikuti model yang dibuat. Karena pembuatan model merupakan usaha manusia untuk menjelaskan bagaimana fenomena alam tersebut terjadi.
Begitu juga aplikasinya dalam ilmu falak,  ilmu falak tidak bisa lepas dari kedua hal diatas yaitu observasi (rukyat) dan permodelan atau perhitungan (hisab). Dalam sains moderen sebenarnya antara hisab dan rukyat itu bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Hendro Setyanto bahwa mempertentangkan keduanya merupakan sebuah kesia- siaan yang tidak akan menghasilkan kemanfaatan apapun kecuali perpecahan dan tidak berkembangnya ilmu falak yang menjadi induk hisab itu sendiri karena pada dasarnya rukyah yang dikenal dengan observasi dan hisab yang dikenal dengan permodelan atau perhitungan adalah hal yang fundamental dalam astronomi.
Geologi sebagai keilmuan yang mempelajari bumi dan strukturnya juga mempunyai andil dalam tumbuh berkembangnya ilmu falak. Geologi membantu ahli falak untuk menentukan apakah pergerakan bagian bumi terutama benua yang mengalami pergerakan naik turun mempengaruhi posisi suatu daerah di permukaan bumi.  Dalam sains kebumian kita mengenal adanya palaeomagnetisme yang erat kaitannya medan magnet bumi. Dalam kajian magnetisme bumi diketahui bahwa dari waktu ke waktu medan magnet bumi membalik sehingga jarum kompas utara menjadi selatan. Hal ini akan menjadi sebuah kajian yang menarik dalam ilmu falak yang erat kaitannya dengan ibadah umat Islam. 
Dalam ilmu meteorologi dan klimatologi juga dipelajari tentang iklim, cuaca, musim dan lain- lain. Keilmuan falak sendiri mengenal adanya rukyat. Pada konsepnya rukyah ini juga membutuhkan kedua ilmu tersebut karena selain mempersiapkan data geografis, dalam pelaksanakan rukyat juga dibutuhkan aspek yang berkaitan dengan kelembapan udara, tekanan udara, suhu udara, kondisi awan, arah angin dan aspek- aspek yang berhubungan dengan cuaca. Menurut salah seorang staf Badan Meteorologi dan Geofisika, Riyadi bahwa koordinasi antara observator dengan BMKG cukup penting untuk mempermudah dan membantu dalam pelaksanaan rukyah.
Geofisika adalah salah satu cabang keilmuan yang sangat penting saat ini. Fenomena alam yang terjadi sepanjang tahun ini sangat menyita perhatian publik. Hal ini juga sempat menjadi topik panas dalam keilmuan falak. Karena sebagian pihak menghubung- hubungkan antara gempa sebagai fenomena alam yang sering terjadi di Indonesia sebagai pemicu melencengnya arah kiblat. Padahal jika ditelisik ini adalah ungkapan yang salah kutip atau bahkan salah persepsi yang sangat meresahkan masyarakat. Menurut Kepala Subbidang Informasi  Gempa Bumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Rahmat Triyono, pergeseran lempeng yang mengubah peta bumi lalu mengubah arah kiblat perlu waktu puluhan juta tahun. Pernyataan itu sejalan dengan pernyataan Thomas Djamaluddin bahwa tidak akan ada perubahan arah kiblat akibat gempa karena gempa yang melanda Indonesia hanya menyebabakan pergeseran lempeng bumi 7 sentimeter per tahun. “Hal itu tidak signifikan untuk ukuran luas Indonesia”, tegasnya. Sejatinya hal ini tidak menjadi persoalan karena yang terpenting adalah kevalidan arah kiblat itu sendiri. Karena menurut ahli geodesi, Heri Andreas bahwa arah kiblat versi  MUI itu kurang tepat karena mengarah ke Afganistan. Hal itu didasarkan penelitiannya beberapa tahun terakhir di ITB.
Dalam kacamata Cecep Nurwendaya, ahli astronomi dari Planetarium dan Observatorium Jakarta, Ilmu Falak tanpa sains modern jelas akan ketinggalan nilai atau value akurasinya. Sains modern dapat semakin memperkecil adanya perbedaan antara teoritik (hitungan, hisab) dan observasi (rukyat). “Sains modern jelas memberikan kontribusi besar dalam Ilmu Falak. Memberikan kemudahan dan terutama memberikan akurasi yang sangat tinggi, karena dinamisnya seluruh benda-benda langit, ada yang cepat seperti gerak rotasi dan revolusi bumi, ada yang lambat seperti gerak nutasi dan presesi bumi, bahkan gerak lempengan bumi”, lanjutnya. Validitas data dalam Ilmu Falak jelas dibutuhkan dari ilmu-ilmu sains lainnya, yang paling mendukung adalah Geodesi, Meteorologi dan Geofisika, Geografi dan Geologi dan tentu saja cabang-cabang Ilmu astronomi lainnya, demikian Cecep Nurwendaya menuturkan kepada Zenith. (RK/Z)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktop