Minggu, 10 Juli 2011

MENCARI KEHIDUPAN LAIN DI LUAR BUMI



            Asal- usul kehidupan merupakan sebuah misteri. Tidak ada orang yang dapat memecahkan misteri tersebut dengan metode ilmiah yang tepat. Banyak teori yang bermunculan baik mengenai asal- usul alam semesta, tata surya maupun kehidupan. Tetapi tidak satupun diantara teori tersebut yang berhasil mengungkap misteri tersebut secara jelas.
            Salah satu tempat ternyaman yang diketahui manusia untuk dijadikan tempat tinggal adalah planet kecil dengan diameter 12.756 km dan 75 % permukaannya tertutup oleh air, terletak di tata surya Sabuk kuiper, di galaksi Bima Sakti yang kita kenal dengan planet Bumi. Bumi merupakan satu- satunya planet di tata surya kita yang dihuni oleh makhluk hidup. Bumi merupakan planet ketiga dari matahari yang mempunyai atmosfer yang tersusun dari gas nitrogen (N2) 72 %, oksigen (O2) 21 %, sisanya 1 % terdiri dari gas argon, karbondioksida, ozon, dan gas- gas lain. Atmosfer ini melindungi makhluk hidup dari sinar matahari dan benda- benda langit yang tertarik ke bumi.
            Kehidupan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam berlebihan, menyebabkan bumi menjadi rusak. Berawal dari rusaknya bumi, pencemaranpun akan terjadi begitu cepat dan bumi akan menjadi semakin sesak. Keadaan ini mengakibatkan lapisan pelindung ozon mulai rusak dan pemanasan suhu secara globalpun tidak dapat terelakkan. Lama kelamaan, hal tersebut dapat mengakibatkan pencairan es sehingga bumi tertutup oleh air. Menurut para ilmuwan,  jika global warming ini tidak dicegah dalam waktu dekat, maka 30 % dari makhluk hidup yang ada sekarang akan musnah pada tahun 2050 karena temperatur bumi terus naik. Isu Pemanasan Global ini membuat skeptisme tersendiri terhadap keberadaan bumi, jangan-jangan bumi sudah akan musnah sebelum kiamat. Selain itu dengan semakin habisnya sumber daya alam dan energi  akibat eksplorasi besar-besaran manusia dan konsumsi yang berlebihan,  membuat beberapa orang didunia ini sedang memikirkan potensi kemungkinan untuk hijrah ke planet lain.
            Misi untuk pindah ke planet lain bukanlah sekedar isapan jempol atupun dongeng tidur belaka. Para peneliti antariksa sudah mulai memainkan perannya dengan meneliti bagaimana hal tersebut menjadi mungkin untuk dilakukan. Bukan hal yang mudah untuk meneliti hal ini karena membutuhkan waktu yang tidak singkat dan biaya yang cukup banyak. Namun para ilmuwan terus mengemban tugas ini untuk meneruskan peradaban manusia.
            Penjelajahan angkasa luar terus dilakukan. Berbagai misteri seputar kehidupan di angkasa luar memang selalu menjadi hal yang menarik untuk dieksplorasi. Oleh sebab itu, satelit dan pesawat angkasa luar terus diorbitkan untuk meneliti angkasa. Pada tahun lalu, satelit pemburu planet asing milik Prancis –COROT- berhasil merekam sebuah planet baru di luar tata surya kita. Planet tersebut mengorbit pada sebuah bintang berjarak 500 tahun cahaya dan serupa dengan bumi. Namun, planet yang dikenal dengan COROT- 7 b tersebut hanya berjarak 1,6 juta kilometer dari bintang induknya. Berarti, jarak yang terlalu panas untuk kehidupan lain di luar bumi, walaupun planet tersebut mempunyai struktur solid yang dapat ditempati organisme hidup. Setidaknya penemuan ini mengasumsikan akan adanya planet yang serupa dan berada dalam orbit yang lebih dingin dan nyaman.  
            Tiga tahun yang lalu tepatnya pertengahan 2007, sebuah planet yang mirip dengan bumi ditemukan di luar tata surya kita. Planet ini memiliki air, juga bisa menyokong kehidupan di sana. Planet ini diberi nama Gliese 581 C. Gliese 581 berada pada jarak yang tidak terlalu dekat ataupun terlalu jauh dari bintangnya sehingga dapat menjaga airnya tidak membeku ataupun menguap. Berbicara tentang penemuan ini, Alison Boyle, kurator bidang astronomi di Museum Sains London mengatakan: “Dari semua planet yang kami temukan mengelilingi bintang lain, planet ini tampaknya memiliki syarat paling tepat bagi kehidupan.” Namun tetap saja masih belum ditemukan adanya kehidupan biologis di sana seperti halnya bumi. Kalaupun manusia akhirnya berhijrah kesana, hal itu sangat sulit karena jaraknya yang lebih dari 20 tahun cahaya.
            Menyusul penemuan sebelumnya, pada tahun 2009 tim astronom menemukan planet yang dipastikan memiliki air dan atmosfer. Planet itu diberi nama GJ 1214, yang kekuatan cahayanya setara dengan 0,3 % matahari. Sekitar 75 % massa planet merupakan air dan sisanya batuan. Penemuan ini sangat menarik untuk diteliti karena bersama oksigen, air merupakan syarat terpenting maujudnya kehidupan. Namun seperti permasalahan temuan sebelumnya, planet ini hanya berjarak 0,0014 AU, itu berarti jika kita kita mendiami planet itu bisa dipastikan kita akan terpanggang. Kita juga akan kesulitan beradaptasi dengan waktu yang sangat singkat jika mendiami planet tersebut, karena planet samudra itu mengitari bintang induknya dengan selang kurang dari 2 hari.
Para ilmuan nampaknya tidak main- main dalam upaya pencarian kehidupan di luar bumi. Badan Luar Angkasa Eropa mengadakan simulasi penerbangan ke planet Mars sebelum melakukan penerbangan sesungguhnya yang diprediksi pada tahun 2020. Sebanyak enam relawan asal Eropa keluar dengan kondisi baik dari ruang simulasi kapsul ruang angkasa di Rusia setelah menghabiskan lebih dari tiga bulan dalam kapsul tersebut. Penerbangan ke Mars dimaksudkan untuk memastikan struktur planet tersebut agar bisa ditempati oleh makhluk hidup. Misi- misi ke planet merah ini sampai penghujung abad ke- 20 belum menemukan jejak kehidupan di sana, meskipun sederhana. Namun jika ditelisik lebih mendalam, keadaan Mars cukup ideal untuk manusia. Suhu udara dan tekanan udara yang cukup rendah, ditambah dengan komposisi udara yang sebagian besar karbon dioksida namun masih mengandung oksigen, sehingga kemungkinan manusia masih dapat bertahan di lingkungan tersebut. 
Penjelajahan ke Mars sendiri sudah dimulai semenjak tahun 1960-an. Mars memang sudah menjadi incaran para peneliti untuk ditempati manusia apabila pada suatu saat nanti bumi telah benar- benar tidak layak untuk dihuni. Kolonialisasi mars akan terwujud jika astronot bersikap seperti pemukim pertama di Amerika. Oleh karena itu, NASA berniat mengirim astronot berumur 60-an karena mengirim astronot dalam usia subur bukan ide yang baik. Misi ke luar angkasa dapat mengurangi usia baik karena kurangnya perawatan medis maupun karena paparan radiasi. Astronot tersebut diharapkan jadi pionir kolonialisasi manusia di planet merah.
Sejak tahun 1990, setidaknya ada 300 planet yang berhasil diindetifikasi astronom yang menyerupai bumi. Yang terpenting adalah planet tersebut mengorbit pada bintangnya dalam habitable zone, zona yang memungkinkan makhluk hidup tinggal. Habitable zone diartikan jarak orbit planet dari bintangnya yang memungkinkan keberadaan air di permukaan planet, dengan kata lain orbit planet itu tidak terlalu dekat dengan bintang.
Teknologi bukan menjadi hambatan untuk melakukan penerbangan ke luar angkasa  jika manusia benar- benar berniat untuk hijrah ke planet lain. Dua orang fisikawan asal Universitas Baylor sedang mengembangkan sebuah alat yang membantu mendorong sebuah benda sehingga dapat bergerak melebihi kecepatan cahaya. Tetapi permasalahannya sekarang adalah para pegiat astronomi belum menemukan planet yang memiliki struktur pendukung kehidupan layaknya bumi yang kita huni ini. Manusia tidak bisa hidup dalam kondisi ekstrim seperti di luar angkasa. Tetapi tidak menutup kemungkinan kita menghijrahkan makhluk hidup lain ke luar angkasa seperti cacing yang hidup di es metana bisa hidup di Titan (Saturnus), beruang air (tardigrade) bisa hidup di ruang hampa (angkasa), cacing raksasa pemakan belerang bisa hidup di Venus, mikroba antartika pemakan besi bisa hidup di jupiter, bakteri yang mampu bertahan dari radiasi bisa hidup di Mars. (Rud/Z)


SUMBANGSIH SAINS TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU FALAK



Diakui atau tidak, Ilmu falak terkadang masih terdengar langka di telinga sebagian masyarakat kita. Meskipun harus disadari, ilmu falak merupakan jembatan bagi dunia pesantren untuk memasuki dunia teknologi modern. Semakin langkanya para ahli falak, menjadikan regenerasi sangat penting agar disiplin ilmu ini tidak mengalami kepunahan. Hal tersebut dikatakan Abdul Munim DZ, Direktur dan Pimpinan Redaksi NU Online, saat memberikan materi tentang ”Sistem Pelaporan Rukyat Online” di Masjid Agung Jawa Tengah Jawa Tengah. Dikatakan Mun’im, hampir seluruh tradisi keilmuan pesantren berkaitan dengan metafisika. Hanya bidang ilmu falak dan ilmu tib (kedokteran) yang berkaitan dengan bidang fisika.
Dalam penuturan Mun’im, Antara ilmu falak dan astronomi terdapat kesamaan pada objek yang diteliti yaitu benda-benda langit. Namun secara aplikasi memiliki ruang lingkup yang berbeda. Berbeda dengan astronomi yang hanya berfokus pada penelitian dan aplikasi keilmuan yang bersifat umum, dengan dasar agama ilmu falak mempunyai keunikan tersendiri yaitu kajian keilmuannya yang bermanfaat dalam kehidupan beragama sebut saja dalam hal ibadah. Khazanah keislaman yang fenomenal dengan para ilmuwan Islam yang terkenal dan handal namun ada kesan kolot dan tertinggal. Begitulah ilmu falak dalam perspektif masyarakat beberapa tahun belakangan ini.
Walaupun terjadi dikotomi antara kedua cabang keilmuan ini, namun astronomi sebagai cabang keilmuan yang berbasiskan observasional science tidak akan pernah bisa lepas dari perkembangan ilmu falak itu sendiri“ demikian imbuhnya . Sementara Hendro Setyanto, pakar Astronomi ITB dan Dosen Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang menjelaskan  bahwa sebagai ilmu yang berlandaskan observasi, semuanya tidak bisa lepas dari pengamatan karena tanpa pengamatan astronomi tidak bisa berkembang seperti saat ini. “Observasi memang menduduki tempat yang penting dalam astronomi akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah teori yang berbasiskan pemodelan atau perhitungan yang dibuat berdasarkan data observasi yang diperoleh”, katanya. Hal itu juga diamini oleh Ahmad Marzuki, Mahasiswa Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang, karena berdasarkan model yang dibuat tersebut astronom dapat memprediksi fenomena yang akan terjadi sehingga bisa dibuat rencana pengamatannya. “Memang tidak selamanya permodelan atau perhitungan sesuai dengan pengamatan”, ujarnya. Pada kasus ini data pengamatan tidak bisa dipersalahkan selama langkah- langkah yang dilakukan dalam pengamatan dilakukan sesuai dengan aturan sehingga perhitungan yang ada masih ada peluang dianggap kurang benar.
Dengan kata lain, pemodelan matematis haruslah menyesuaikan dengan fenomena alam, yang terjadi bukan sebaliknya fenomena alam mengikuti model yang dibuat. Karena pembuatan model merupakan usaha manusia untuk menjelaskan bagaimana fenomena alam tersebut terjadi.
Begitu juga aplikasinya dalam ilmu falak,  ilmu falak tidak bisa lepas dari kedua hal diatas yaitu observasi (rukyat) dan permodelan atau perhitungan (hisab). Dalam sains moderen sebenarnya antara hisab dan rukyat itu bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Hendro Setyanto bahwa mempertentangkan keduanya merupakan sebuah kesia- siaan yang tidak akan menghasilkan kemanfaatan apapun kecuali perpecahan dan tidak berkembangnya ilmu falak yang menjadi induk hisab itu sendiri karena pada dasarnya rukyah yang dikenal dengan observasi dan hisab yang dikenal dengan permodelan atau perhitungan adalah hal yang fundamental dalam astronomi.
Geologi sebagai keilmuan yang mempelajari bumi dan strukturnya juga mempunyai andil dalam tumbuh berkembangnya ilmu falak. Geologi membantu ahli falak untuk menentukan apakah pergerakan bagian bumi terutama benua yang mengalami pergerakan naik turun mempengaruhi posisi suatu daerah di permukaan bumi.  Dalam sains kebumian kita mengenal adanya palaeomagnetisme yang erat kaitannya medan magnet bumi. Dalam kajian magnetisme bumi diketahui bahwa dari waktu ke waktu medan magnet bumi membalik sehingga jarum kompas utara menjadi selatan. Hal ini akan menjadi sebuah kajian yang menarik dalam ilmu falak yang erat kaitannya dengan ibadah umat Islam. 
Dalam ilmu meteorologi dan klimatologi juga dipelajari tentang iklim, cuaca, musim dan lain- lain. Keilmuan falak sendiri mengenal adanya rukyat. Pada konsepnya rukyah ini juga membutuhkan kedua ilmu tersebut karena selain mempersiapkan data geografis, dalam pelaksanakan rukyat juga dibutuhkan aspek yang berkaitan dengan kelembapan udara, tekanan udara, suhu udara, kondisi awan, arah angin dan aspek- aspek yang berhubungan dengan cuaca. Menurut salah seorang staf Badan Meteorologi dan Geofisika, Riyadi bahwa koordinasi antara observator dengan BMKG cukup penting untuk mempermudah dan membantu dalam pelaksanaan rukyah.
Geofisika adalah salah satu cabang keilmuan yang sangat penting saat ini. Fenomena alam yang terjadi sepanjang tahun ini sangat menyita perhatian publik. Hal ini juga sempat menjadi topik panas dalam keilmuan falak. Karena sebagian pihak menghubung- hubungkan antara gempa sebagai fenomena alam yang sering terjadi di Indonesia sebagai pemicu melencengnya arah kiblat. Padahal jika ditelisik ini adalah ungkapan yang salah kutip atau bahkan salah persepsi yang sangat meresahkan masyarakat. Menurut Kepala Subbidang Informasi  Gempa Bumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Rahmat Triyono, pergeseran lempeng yang mengubah peta bumi lalu mengubah arah kiblat perlu waktu puluhan juta tahun. Pernyataan itu sejalan dengan pernyataan Thomas Djamaluddin bahwa tidak akan ada perubahan arah kiblat akibat gempa karena gempa yang melanda Indonesia hanya menyebabakan pergeseran lempeng bumi 7 sentimeter per tahun. “Hal itu tidak signifikan untuk ukuran luas Indonesia”, tegasnya. Sejatinya hal ini tidak menjadi persoalan karena yang terpenting adalah kevalidan arah kiblat itu sendiri. Karena menurut ahli geodesi, Heri Andreas bahwa arah kiblat versi  MUI itu kurang tepat karena mengarah ke Afganistan. Hal itu didasarkan penelitiannya beberapa tahun terakhir di ITB.
Dalam kacamata Cecep Nurwendaya, ahli astronomi dari Planetarium dan Observatorium Jakarta, Ilmu Falak tanpa sains modern jelas akan ketinggalan nilai atau value akurasinya. Sains modern dapat semakin memperkecil adanya perbedaan antara teoritik (hitungan, hisab) dan observasi (rukyat). “Sains modern jelas memberikan kontribusi besar dalam Ilmu Falak. Memberikan kemudahan dan terutama memberikan akurasi yang sangat tinggi, karena dinamisnya seluruh benda-benda langit, ada yang cepat seperti gerak rotasi dan revolusi bumi, ada yang lambat seperti gerak nutasi dan presesi bumi, bahkan gerak lempengan bumi”, lanjutnya. Validitas data dalam Ilmu Falak jelas dibutuhkan dari ilmu-ilmu sains lainnya, yang paling mendukung adalah Geodesi, Meteorologi dan Geofisika, Geografi dan Geologi dan tentu saja cabang-cabang Ilmu astronomi lainnya, demikian Cecep Nurwendaya menuturkan kepada Zenith. (RK/Z)

Kalender Internasional Muhammad Ilyas



Sejak zaman dahulu kalender Islam telah banyak dikenal oleh masyarakat, namun jarang dari para pemikir atau ilmuan Islam yang memusatkan perhatianya pada pemikiran kalender Islam tersebut. Mereka menelantarkan pemikiran kalender Islam sehingga mengakibatkan tidak adanya keberlakuan kalender Islam secara global atau mendunia, yang ada hanyalah kalender lokal atau regional, seperti Kalender Islam Saudi Arabia, India, Inggris, Amerika, Libya, Indonesia, dan Iran.
Hal ini sejatinya yang mengakibatkan adanya perbedaan dalam menentukan awal bulan khususnya dalam menentukan bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Untuk menjembatani problema tersebut munculah pemikiran tentang pentingnya kalender Islam Internasional. Salah satu tokoh yang dianggap sebagai penggagas tentang Kalender Islam Internasional adalah Mohammad Ilyas. Ia sangat gigih mempersatukan Kalender Islam di seluruh dunia.
Muhammad Ilyas adalah seorang fisikawan dan ahli mengenai atmosfer, yang banyak menulis tentang astronomi Islam. Salah satu karyanya yang terkenal adalah A Modern Guide to Astronomical Calculations of Islamic Calender, Times and Qibla. Muhammad Ilyas adalah penggagas Kalender Islam International, dia berupaya untuk menyatukan sistem penetapan dan perhitungan tentang penanggalan kalender Islam.
Banyaknya perbedaan umat Islam dalam menentukan kalender Islam membuat hati Muhammad Ilyas tergerak untuk menyatukan dan mendamaikan umat Islam dengan proyek besar Kalendernisasi Islam Internasional. Proyek tersebut dilaksanakan melalui Internasional Islamic Calender Program (IICP) yang bermarkas di Universitas Sains Malaysia, Penang. Hasil-hasil riset ini kemudian disebarkan kenegara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), kemudian didialogkan melalui pertemuan –pertemuan regional dan internasional. Misalnya Konferensi Turki tentang Unifikasi Kalender Islam Internasional pada tahun 1978 dan seminar penanggalan Islam Internasional pada tanggal 8-10 juni 1988 di Malaysia, akan tetapi masih saja hal tersebut belum mendapatkan respon yang baik dari masyarakat (kurang apresiasi)
Melalui proyek IICP, Ilyas ingin membangkitkan ukhuwah Islamiyah yang semakin memudar bahkan mulai surut dikalangan umat Islam. Ilyas menyadari perbedaan merupakan sunnah Illahi, sehingga kalender Islam Internasional yang digagas bukan dimaksudkan untuk berhari raya secara serempak seluruh umat Islam di dunia, melainkan bagaimana menemukan teori-teori yang holistic sehingga dapat dirancang system tunggal dalam penyusnan Kalender Islam Internasional. Lebih lengkapnya ilyas mengatakan “penyatuan yang dimaksud bukan berarti berhari raya di waktu yang sama diseluruh dunia, karena jelas tidak mungkin, namun yang dimaksud disini adalah kita memiliki cara yang sistematik untuk menghubungkan hari raya dari stu Negara ke Negara yang lain. Juga untuk memperkirakan jatuhnya hari raya disetiap Negara secara tepat dalam suatu system kalender yang tunggal.
Dalam menentukan kriteria visibilitas hilal, Ilyas menyempurnakan kriteria visibilitas hilal dengan menghubungkan antara geocentric relative altitude dan relative azimuth. Ilyas berpendapat jarak sudut bulan-matahari haruslah mencapai angka 10,5 derajat pada beda azimut 0 derajat agar hilal dapat dilihat.
Dalam menetapkan dan menghitung kalender tidak bisa dilakukan melalui teknik rukyat, karena teknik rukyat selain tidak melakukan penghitungan, namun hanya bersifat observasi lapangan dengan melihat hilâl (bulan sabit) secara langsung di akhir bulan saat matahari terbenam. Di samping itu karena realitas bumi yang bulat, tidak semua orang di seluruh penjuru bumi dapat melakukukan ru’yat al-hilâl dalam waktu yang bersamaan. Penetapan kalender hanya bisa dilakukan dengan cara hisab, yakni melalui hisâb haqîqi bi al-‘ashr atau hisab hakiki kontemporer, karena penghitungan kalender memiliki implikasi waktu yang panjang dan bersifat universal, menyatu dan terpadu di seluruh penjuru bumi hanya bisa dilakukan dengan sistem penghitungan yang bersifat akurat.
Dalam menetapkan awal bulan qomariyah Muhammad Ilyas menggunakan dua kriteria, yakni: (1) Hisab imkân al-ru’yat, yang sekaligus berfungsi untuk menemukan (2) Garis Tanggal Qamariyah Internasional (International Lunar Date Line). Ini di dapat dalam sebuah analisis tentang analisis terhadap perbedaan sistem kalender Islam internasional.
Dalam hisab ini hanya ada satu kategori imkân al-ru’yat, yaitu hilal mungkin terlihat dengan mata telanjang saja. Kelebihan hisab imkân al-ru’yat Ilyas atas hisab imkân al-ru’yat tradisional adalah bahwa hisab ini dilakukan tidak hanya lokal (pada tempat tertentu saja), melainkan dilakukan secara global. Artinya, hisab dilakukan di berbagai tempat di muka bumi untuk menemukan titik imkân al-ru’yat. Misalnya, hisab dimulai dari garis lintang 0° guna menemukan pada titik mana di garis itu hilal mungkin terlihat pertama kali. Kemudian dilakukan hisab pada garis lintang berikutnya ke Utara dan ke Selatan dengan interval 5° sampai 15° guna menemukan titik-titik imkân al-ru’yat pada garis lintang itu. Bilamana semua itu telah selesai dilakukan dan telah ditemukan titik-titik imkân al-ru’yat pada berbagai garis lintang itu, maka titik-titik visibilitas hilal pertama yang dirukyat itu dihubungkan satu sama lainnya dengan sebuah garis, sehingga akan ditemukan suatu garis lengkung (parabolik atau semi parabolik) yang lengkungannya menjorok ke Timur. Garis itu akan memisahkan dua kawasan Bumi: Kawasan sebelah Barat garis dan kawasan sebelah Timur garis. Kawasan sebelah Barat adalah kawasan yang mungkin bisa merukyat hilal dan kawasan sebelah Timur adalah kawasan yang tidak mungkin terjadi rukyat, dengan suatu catatan bahwa garis itu tidak bersifat eksak, melainkan garis yang kasar. Di sekitarnya terdapat daerah ketidakpastian rukyat antara 20° hingga 30°. Garis itulah yang disebut dengan Garis Tanggal Qamariyah International (GTQI) atau International Lunar Date Line (ILDL). Seperti halnya Garis Tanggal Internasional (yang berlaku sekarang) yang berfungsi menjadi garis batas tanggal Masehi, GTQI berfungsi menjadi batas tanggal qamariyah, dalam arti kawasan sebelah Barat garis yang dapat melihat hilal memasuki bulan baru, sementara kawasan sebelah Timur yang belum dapat melakukan rukyat belum mulai bulan baru. Karena tampakan hilal yang tidak tetap setiap bulan, maka GTQI ini muncul secara berpindah-pindah dari bulan ke bulan. Garis ini, apabila membelah dua suatu negara dapat ditarik ke arah Timur sesuai dengan batas Timur negara yang bersangkutan, sehingga tanggal qamariyah pada negara itu dapat disatukan.
 

Menelaah Kembali Teori Heliosentris



Pada zaman Yunani kuno ada dua teori mengenai peredaran planet-planet ialah teori Geosentris yang dikemukakan oleh Aristoteles (384-322 sebelum Kristus) dan teori Heliosentris yang dikemukakan Aristarchus. Pada zaman Yunani kuno kedua teori ini saling bersaingan.
Bagi rakyat "biasa" dianggap bahwa teori Geosentris lebih realistis. Geo=bumi sentris=pusat. Mungkin pandangan ini sudah berlaku dari zaman Adam dan Hawa, manusia pertama yang hidup dibumi. Sampai sekarangpun kita masih menggunakan teori Geosentris dalam percakapan sehari-hari. Bukankah kita mengatakan: "Bangun anak-anak, matahari sudah tinggi". Atau: "Pemandangan dipantai itu sangat indah waktu matahari tenggelam". Kinipun pada umumnya kita menganggap bumi yang diam dan matahari yang berputar mengelilingi bumi.
Pada abad pertengahan (abad 12 s/d 15) orang-orang di-Eropa Barat sangat mendukung Aristoteles. Apa saja yang dikatakan Aristoteles dianggap mutlak benar. Dan Aristoteles mengatakan bahwa bumi adalah pusat alam semesta.
Berdasarkan pendapat Aristoteles diatas, serta pandangan rakyat "biasa" pada umumnya gereja mengambil alih pandangan ini. Teori Geosentris dianggap mutlak benar.
Pada tanggal 19 Pebruari 1473 Copernicus lahir di-Torun, Polandia. Copernicus hidup pada peralihan zaman abad pertengahan dan zaman pencerahan (renaissance). Copernicus kemudian jadi biarawan, tetapi ia juga sangat tertarik pada astronomi. Dengan alat-alat yang sangat sederhana yang ada waktu itu, Copernicus mempelajari gerakan-gerakan matahari, planet-planet dan bintang-bintang. Tentu saja ia juga mempelajari astronomi zaman Yunani kuno. Ia menarik kesimpulan bahwa kalau matahari yang dianggap diam dan bumi serta planet-planet yang dianggap mengelilingi matahari, lebih mudah prediksi gerakan-gerakan benda-benda dilangit. Ia menggali ulang teori Aristarchus dan menulis sebuah buku. Copernicus tahu betul betapa bahayanya mengeluarkan suatu pendapat yang bertentangan dengan pendapat gereja apalagi pendapat Paus waktu itu.
Selama 30 tahun ia simpan bukunya ditempat yang terkunci, menambah pengamatan baru disana-sini. Tetapi akhirnya ia putuskan untuk menerbitkannya juga. Pada tanggal 24 Mei 1543, pada saat contoh bukunya diperlihatkan kepadanya, Copernicus menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Gereja Katolik Roma tidak memberikan reaksi sampai 70 tahun kemudian. Tetapi gereja Protestan mulai dengan Martin Luther memberikan reaksi yang sangat keras.
Galileo Galilei dilahirkan pada tahun 1564 dikota Pisa di-Italia. Galileo menjadi pendukung teori Copernicus. Pada tahun 1616 Galileo diperingatkan agar jangan mendukung teori Heliosentris dari Copernicus. Pada tahun 1632 Galileo menerbitkan bukunya yang diberi judul: "Dialogue concerning the two chief systems of the world". Pada musim dingin tahun 1633 ia dipanggil ke-Roma untuk menghadapi komite inkwisisi dari gereja Katolik Roma. Setelah ditahan dan dibentak-bentak selama berbulan-bulan pada tanggal 22 Juni 1933 ia diajukan kepengadilan. Waktu itu umurnya sudah 70 tahun dan sakit-sakitan. Dalam keadaan tua, sakit dan letih ia bersedia menarik kembali dukungannya kepada teori Copernicus sambil berlutut. Ia tidak jadi dihukum mati tetapi dikenakan tahanan rumah. Pada tahun 1642 Galileo meninggal dunia dalam status tahanan rumah. Pada tahun yang sama lahir Isaac Newton.
Pengamatan-pengamatan astronomis kemudian makin lama makin banyak yang mendukung teori Heliosentris. Para rohaniwan baik Katolik Roma maupun Protestan menjadi salah tingkah. Rohaniwan generasi abad ke-18 menyalah-nyalahkan para Rohaniwan abad ke-16 dan 17. Mereka kemudian kompromi dengan teori Heliosentris Aristarchus / Copernicus / Galileo.
Apakah teori Heliosentris mutlak benar? Perlukah para rohaniwan mengutuk atau kompromi dengan teori Heliosentris? Mari kita pelajari hal ini lebih dalam dan lebih terperinci.
Astronomi terus berkembang. Pengamatan-pengamatan terhadap benda- benda dilangit makin lama makin bertambah. Teori Heliosentris dari Copernicus pada abad ke-16 pun telah direvisi orang beberapa kali. Copernicus berpendapat bahwa matahari adalah pusat alam semesta. Bumi berputar pada sumbu bumi dan berputar mengelilingi matahari. Planet-planet juga berputar mengelilingi matahari. Bintang-bintang lebih jauh sedikit dari planet-planet terhadap matahari dan tetap ditempatnya. Tetapi pengamatan lebih jauh menunjukkan bahwa memang untuk meramalkan gerakan planet-planet lebih mudah menggunakan teori Heliosentris daripada menggunakan teori Geosentris. Tetapi untuk menggambarkan gerakan bulan terhadap bumi, lebih mudah membayang kan bumi diam dan bulan yang berputar mengelilingi bumi. Belakangan diduga bahwa matahari hanya satu bintang dari miliaran bintang yang ada dalam suatu gugusan bintang yang juga disebut galaxy. Matahari sama sekali bukan pusat dari bintang-bintang ini.
Belakangan lagi diduga bahwa galaxy bukan hanya satu tetapi ada miliaran galaxy-galaxy. Galaxy dimana matahari menjadi salah anggotanya disebut juga galaxy Bima Sakti (Milky Way, Melk Weg). Belakangan lagi para astronomer menduga bahwa galaxy-galaxy yang diamati hanyalah satu gugusan galaxy-galaxy (cluster of galaxies). Ada banyak clusters of galaxies lain. Makin canggih teleskop yang dibuat orang, makin banyak didapati clus ters of galaxies ini. Alam semesta ini ternyata jauh lebih besar daripada yang pernah dibayangkan Copernicus atau Galileo. Dan kita belum sampai pada akhir pengamatan. Setiap saat diamati hal-hal baru dalam dunia astronomi. Makin banyak kita tahu mengenai alam semesta ini, makin sadar kita akan yang kita belum tahu. Teori-teori baru dikemukakan dan teori-teori lama bertumbangan.
Sesungguhnya kalau teori Geosentris dianggap salah, maka teori Heliosentris juga sama salahnya. Tidak ada alasan apapun untuk menganggap bahwa bumi atau matahari adalah pusat alam semesta. Untuk menggambarkan gerakan bulan atau satelit buatan terhadap bumi, paling logis ialah menganggap bahwa bumi diam dan bulan yang mengelilingi bumi. Untuk menggambarkan gerakan planet-planet, paling logis menganggap bahwa matahari diam dan planet-planet berputar mengelilingi matahari. Tetapi untuk menggambarkan gerakan bintang- bintang dalam glaxy Bima Sakti sangat tidak logis untuk mengambil matahari sebagai pusat Bima Sakti. Lebih logis menganggap bahwa ditengah-tengah Bima Sakti ada sumbu imaginair. Semua bintang-bintang dalam gugusan Bima Sakti berputar mengelilingi sumbu imaginair ini. Tetapi untuk menggamparkan gerakan galaxy-galaxy dalam cluster of galaxies, tidak logis mengambil sumbu imaginair ini. Mungkin haru diambil sumbu imaginair lain yang lebih besar. Dan sebagainya dan sebagainya.
Jadi sesungguhnya baik Luther/komite inkwisisi maupun Copernicus/ Galileo sama benarnya atau sama salahnya. Pertengkaran antara Heliosentris dan Geosentris hanyalah ribut-ribut mengenai tidak apa-apa (much ado about nothing). Teori Heliosentris sama benarnya atau sama salahnya dengan teori Geosentris. Kebenaran atau kesalahan mereka hanya relatip. Astronomipun masih berkembang terus. Apa yang dianggap "benar" suatu saat, dapat dianggap "salah" pada saat yang lain, dan sebaliknya.
Mungkin suatu saat orang kembali akan menganggap teori Geosentris lebih memuaskan daripada teori-teori lain. Suatu indikasi kearah itu ialah : "Apakah pikiran manusia ada dalam alam semesta atau alam semesta ada dalam pikiran manusia? Filsuf Berkeley mengatakan alam semesta hanya ada dalam pikiran. Kalau ini benar, maka dimana ada manusia, disitulah pusat alam semesta. Tetapi mengenai ini mungkin kita akan bahas lebih dalam lain kali. Yang sudah lewat tidak dapat diperbaiki lagi. Yang dapat ialah mari kita belajar dari peristiwa ini.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktop